Sahabat...
Dulu jika
ditanya siapa sahabat saya, saya bisa menjawab. Saya akan menyebutkan
teman-teman terdekat saya, mereka yang punya pikiran sama dengan saya. Mereka -
orang yang saya sebut sebagai sahabat saya - saya anggap memilik pemikiran dan
visi yang sama. Pernahkah anda hanya saling menatap dan mengerti apa yang
dimaksud oleh orang di depan anda? Jika iya, maka itulah yang saya sebut
sahabat.
Di suatu
waktu, saya pernah membaca bahwa teman adalah cerminan diri kita. Seperti apa
teman kita, seperti itu pula lah kualitas diri kita. Sabda baginda Muhammad pun
berkata demikian, benar adanya bahwa teman adalah refleksi terbaik sebaik dan
seburuk apa sebenarnya diri kita sendiri.
Pernahkah
kita berpikir bagaimana kita memilih teman? Kita menyebut seseorang sebagai
teman ketika kita memiliki kesamaan. Kita berteman dengan teman sekelas, ya
karena kita belajar di kelas yang sama. Sekumpulan orang bisa duduk berkenalan
dan lama bercengkrama karena mereka memiliki hobi yang sama. Ribuan orang
menjalin pertemanan di sosial media dalam sebuah komunitas karena mereka
memiliki pandangan, kesukaan, dan passion yang sama.
Semakin
banyak kesamaan yang kita temukan dengan orang, semakin tinggi pula tingkat
pertemanan kita. Orang Indonesia mengenal tingkatan tertinggi pertemanan
sebagai “sahabat”. Dalam bahasa Inggris, sahabat dipadankan dengan idiom “Best
Friend”, yang jika diterjemahkan secara cuma-cuma berarti teman terbaik. Maka
jika kita disuruh menyebutkan siapa sahabat kita, maka kita akan mencari yang
terbaik dari sekian teman yang kita punya. Tendensi umum yang terjadi adalah,
kita akan mencari siapa yang memiliki kesamaan paling banyak dengan diri kita,
maka dia lah yang memiliki tingkat pertemanan tertinggi buat kita. Orang yang
bisa kita ajak bicara. Orang yang kita ceritakan tentang bingung, duka, dan
cinta. Orang yang kita percayakan rahasia.
Sahabat juga
orang yang bener bener yang mengerti apa yang kita butuhkan, sahabat tidak akan
mengenal yang namanya kesenjangan juga kita main memikirkan kesenjangan kita
tidak akan bisa jadi sahabat yang baik, bahkan kalo kita bener-bener mengerti
sama sahabat kita, kita tidak akan pernah mempersoalkan tentang kesenjangan itu
entah dalam sosial ekonomi ataupun yang lain. Bukan sahabat namanya kalo
misalkan masih mengungkit ngungkit malahan kesenjangan karna sahabat yang
sepert itu lah sahabat yang hanya membutuhkan kamu di saat dia lagi butuh saja
jika tidak butuh kita akan di lupakan.
Post a Comment